Senin, 25 April 2011

MASA-MASA INDAH DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

Diposting oleh Oktaviani TH di 17.40 0 komentar
* D'JAAVON
D'JAAVON,,mungkin banyak orang bertanya2 apakah itu???
aku sendiri jga bingung knapa bsa muncul nama itu,,nama itu adl sebutan buat ikatan persahabatanku wktu SMP,,
D'JAAVON kepanjangan dari Dea, Juni, Alphi, Adha, Viul, Okta n Nanda.
kami mulai bersahabat dari kelas VIII,,lalu kelas IX Alphi menciptakan nama itu,,
ini foto2 kenangan kami :)








 



* MENJELANG UNAS
Disaat2 menjelang UNAS entah kenapa kelasku jdi kompak bgt,,,kami serasa akan berpisah selamanya dan tak pernah bertemu lagi.
hari2 kami jalani dg mengumpulkan kenangan2 sebanyak2nya,,salah satunya dg berfoto2 ria..
ini dia beberapa foto kami :)







ALAMAT BLOG SEGTION

Diposting oleh Oktaviani TH di 16.26 0 komentar
ALAMAT BLOG SEGTION

    Afifah01.wordpress.com
  Alvinaaldend.blogspot.com 
Necha-sherryaikawa.blogspot.com
  Mynameisanitabr.blogspot.com
      Annisagetready.blogspot.com
      Rindasegtion.blogspot.com
 Dhindha07.blogspot.com
     Dawnfaith.blogspot.com
       Inikapo.blogspot.com
   Irramandamandasari.blogspot.com
    Kharismapoppy.blogspot.com
 Celliquersabubu.blogspot.com
  Nurulhd.blogspot.com 
  Oktaklovers.blogspot.com
    Sandyber.co.cc
     Fitrirafika17.wordpress.com
     Ulfahramadhan.blogspot.com
    Santai-bro.blogspot.com
 Plenthas-plenthus.blogspot.com
 Skykyutersenyum.blogspot.com 
bayulaksita.blogspot.com 
Wachidnurazizmusthafa.blogspot.com
 Kodokbabi.blogspot.com

Minggu, 17 April 2011

BAKER KING KIM TAK GOO

Diposting oleh Oktaviani TH di 07.00 0 komentar
Title: 제빵왕 김탁구 / Jeppangwang Kim Tak Goo / Baker King, Kim Tak Goo
Chinese Title : 烘焙王金桌球
Also known as: King of Baking, Kim Tak Goo / Bread, Love and Dreams
Genre: Family, romance
Episodes: 30
Broadcast network: KBS2
Broadcast period: 2010-June-09 to 2010-Sep-16
Air time: Wednesday & Thursday 21:55
Viewership ratings: Peak=50.8%, Avg=38.6% (TNS Media Korea)
Synopsis
Kim Tak Goo is the eldest son of Goo In Jong, the president of Samhwa Enterprise, a legend in the baking industry. Although he is an extremely talented baker and seemed destined to succeed his father as president, Goo In Jong’s family plotted to rob him of his inheritance because he was born to In Jong’s mistress. Tak Goo’s determination to become number one in the baking industry drives him to rebuild his career from scratch despite the many trials he faces.
Cast
Yoon Shi Yoon as Kim Tak Goo
- Oh Jae Moo (오재무) as Tak Goo (child)
Eugene as Shin Yoo Kyung
- Jo Jung Eun as Yoo Kyung (child)
Goo family
Jun Kwang Ryul as Goo In Jong
Jun In Hwa as Seo In Sook
Joo Won (주원) as Goo Ma Joon
- Shin Dong Woo as Ma Joon (child)
Choi Ja Hye as Goo Ja Kyung
- Ha Seung Ri as Goo Ja Kyung (teen)
Choi Yoon Young as Goo Ja Rim
- Kim So Hyun as Goo Ja Rim (child)
Yang family
Jang Hang Sun as Oh Doo Yong / Master Pal Bong
Park Sang Myun as Yang In Mok
Hwang Mi Sun as Oh Young Ja
Lee Young Ah as Yang Mi Sun
Other people
Jung Sung Mo as Han Seung Jae
Jun Mi Sun as Kim Mi Sun (Tak Goo’s mother)
Lee Han Wie as Heo Gap Soo
Park Sung Woong as Jo Jin Goo
Park Yong Jin (박용진) as Go Jae Bok
Kim Jung Hak as Doctor Yoon
Jun Sung Ae (전성애) as woman from Gongju
Jung Hye Sun as Madam Hong
Choi Il Hwa as Park Choon Bae
Kim Sun Hwa as Tak Goo’s landlady
Kwon Yong Woon as Shin Bae (Yoo Kyung’s father)
Kim Hyun Ah (김현아) as (Yoo Kyung’s mother)
Jun Sung Hwan as fortune teller
Jun Hae Ryong
Byun Shin Ho (변신호)
Choi Eun Suk (최은석)
Jun Hae Ryong
Min Joon Hyun
Awards
- 2010 KBS Drama Awards: Top Excellence Award – Actress (Jun In Hwa)
- 2010 KBS Drama Awards: Excellence Award, Mini Series – Actor (Yoon Shi Yoon)
- 2010 KBS Drama Awards: Excellence Award, Mini Series – Actress (Eugene)
- 2010 KBS Drama Awards: Writer Award (Kang Eun Kyung)
- 2010 KBS Drama Awards: Youth Actor Award (Oh Jae Moo)
- 2010 KBS Drama Awards: Best Couple Award (Yoon Shi Yoon and Lee Young Ah)

Related Photo

Sabtu, 16 April 2011

Pola Asuh Barat vs Timur

Diposting oleh Oktaviani TH di 20.37 0 komentar
Anda pernah membaca buku Battle Hymn of the Tiger Mother? Karya Amy Chua ini merupakan best seller tengah yang menjadi perbincangan warga dunia. Dalam memoarnya, ibu dari Sophia (18 tahun) dan Louisa (14 tahun) itu menceritakan kesuksesan serta kesalahan yang dibuatnya dalam mengasuh anak dengan gaya tradisional Cina.
Orang tua Cina memang terkenal otoriter. Kedisiplinan dan kerja keras demi menggapai sukses mereka pertahankan di manapun berada. “Ini menjadi nilai yang diakui bersama oleh warga Cina,” jelas sosiolog Erna Karim.
Di satu sisi, Amy mendapat acungan jempol atas hasil pengasuhannya. Di usia 14 tahun, jemari si sulung, Sophia, lincah menari-nari di atas tuts piano di Carnegie Hall. Sedangkan, adiknya, Louisa memainkan biola tanpa sedikitpun nada sumbang. Seolah memenuhi tuntutan sang bunda, keduanya juga tampil sebagai jagoan akademik.
Kenyataan itu membuat banyak orang—terutama di Amerika—terusik. Standar kesuksesan anak Amy seolah menjadikan mereka sebagai orang tua yang gagal. Di samping itu, mereka menganggap profesor hukum dari Yale University kejam terhadap anak. Sebab, ibu yang menikah dengan pria Yahudi itu mengekang kedua putrinya dari kehidupan sosial. Mereka tak memiliki pengalaman menginap di rumah teman, pergi pesta, atau ikut pementasan drama.
Amy menuntut Sophia dan Louisa meraih nilai sempurna di semua mata pelajaran, kecuali olah raga dan drama. Masing-masing juga harus rutin berlatih alat musik yang dipilihkan sang bunda. Sebegitu kerasnya terhadap anak, Amy bahkan tidak mengizinkan Louisa istirahat sejenak untuk sekadar ke kamar kecil sampai gesekan biolanya merdu memainkan lagu Little White Donkey.
 Erna mengatakan orang Cina memiliki alasan kuat ketika memberlakukan gaya pengasuhan otoriter pada anaknya. Kedisiplinan dan kegigihan adalah sikap yang mereka perlukan untuk dapat bertahan hidup. “Anak-anak Cina juga terbiasa tidak tergantung pada orang lain dan selalu berusaha meningkatkan kompetensi diri.”
Anak-anak Cina juga sejak kecil telah diperkenalkan pada falsafah hidup. Mereka akan berusaha untuk tidak mempermalukan keluarga. “Dengan didikan seperti itu, generasi muda Cina memang banyak yang sukses namun emosinya datar,” komentar psikolog A Kasandra Putranto.
Sementara itu, gaya pengasuhan ala Amerika juga ada plus-minusnya. Orang Amerika lebih permisif dan sangat memperhatikan faktor psikologis anak. “Pola asuh seperti itu memang membuat anak dapat menjalani hidup sesuai pilihannya namun mengkondisikan mereka menjadi anak yang besar kepala dan seenaknya,” cetus Kasandra yang menjabat sebagai wakil ketua Himpunan Psikologi Indonesia wilayah DKI Jakarta.
Bagaimana dengan Indonesia? Kasandra menyimpulkan orang tua Indonesia berada di antara dua kutub gaya pengasuhan Cina dan Amerika. “Lantaran tiap pola asuh memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri, kita tidak bisa mengatakan mana yang terbaik.”
Sementara itu, Erna memperhatikan masyarakat Indonesia sangat plural. Ragam etnik dan agama mempengaruhi nilai-nilai yang dipergunakan orang tua dalam mendidik anaknya. “Lantas, pola pengasuhan di desa juga berbeda dengan di perkotaan.”
Masyarakat desa, lanjut Erna, lebih permisif. Orang tua cenderung membiarkan anaknya berkembang tanpa pendampingan yang sesuai dengan tuntutan zaman. “Perhatian mereka terkuras untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi.”
Lalu, di perkotaan, orang tua tampak lebih akomodatif. Kebanyakan dari mereka mencoba menyediakan sarana yang memenuhi nilai-nilai moderenisasi. “Fokus mereka pada prestasi akademik dan persaingan masa depan,” papar Erna.
Itu sebabnya, orang tua perkotaan sibuk memasukkan anaknya ke berbagai kursus. Terutama, komputer dan bahasa Inggris. “Lalu, kebutuhan otak kanan yang mencakup bidang kesenian juga diakomodasi,” jelas Erna.

Bahan renungan
Untuk mengantarkan anaknya pada keberhasilan, Amy menentukan kegiatan anaknya. Ia berpendapat hingga berusia pra remaja, anak belum dapat secara objektif menilai. Otomatis, mereka harus mengikuti pilihan orang tua.
Terlepas dari kesuksesannya dalam membesarkan anak, Amy mengaku membuat sejumlah kesalahan sepanjang perjalanan. Ia gampang naik darah, kasar dalam perkataan, dan kurang memberikan keleluasaan memilih pada putrinya. Ia juga tak segan memberi hukuman.
Amy memang mengkritik pola asuh Barat yang cenderung lunak pada anak. Ketika anak kehilangan semangat belajar biola, orang tua Barat dengan cepat menawarkan alternatif alat musik lain yang lebih mudah dikuasai. Sebaliknya, Amy justru memberi dukungan agar putrinya makin giat berlatih supaya mahir.
Tidak semua anak Cina sukses diasuh dengan gaya otoriter. Beberapa anak klien keturunan Cina di biro Psychological Practice pimpinan Kasandra tertekan dengan pola asuh seperti itu. “Mereka memilih kabur dari rumah karena tidak tahan dengan kerasnya didikan orangtua.”
Akankah pencapaian Amy dijadikan barometer oleh sejumlah orang tua? Sosiolog Erna Karim mengatakan pengekor Amy adalah mereka yang tidak mampu mengonstruksi sendiri cara mendisiplinkan anak. “Orang yang terus mengikuti perkembangan zaman namun tak tahu cara pengasuhan lebih terpengaruh dengan buku-buku seperti Tiger Mom ini,” ungkap Erna.

Tantangan Masa Kini
Anak-anak Indonesia masa kini tumbuh dalam fasilitas yang nyaris serba ada. Dengan dukungan ekonomi keluarga yang lebih mapan, mereka mudah mengeksplorasi segala hal. “Dibandingkan dengan lima tahun lalu pun kondisinya sudah berbeda sekali,” ungkap guru Bimbingan Konseling SMP Labschool Kebayoran, Sinthya Bintarti.
Sementara itu, diperkenalkan oleh tayangan TV dan orang dewasa di lingkungan sekitarnya, anak-anak juga mengenal percintaan di usia yang sangat dini. Anak TK bahkan sudah dapat menyatakan kesukaannya pada lawan jenis. “Tentunya dengan presepsi sesuai usianya,” ujar Sinthya.
Dukungan fasilitas serta kondisi lingkungan seperti itu mendatangkan masalah tersendiri bagi anak. Kedekatan mereka dengan gadget dan akses internet membuat mereka teramat tergantung dengan teknologi. “Belum saatnya mereka terlalu mengandalkan gadget,” cetus Sinthya.
Pada usia sekolah, lanjut Sinthya, semestinya anak mencari informasi dari buku bacaan. Mereka harusnya membaca langsung dari sumber primer. Sedangkan, Wikipedia sebetulnya berisi keterangan dari sumber sekunder. ”Kebiasaan mengakses Wiki menurunkan minat baca mereka terhadap buku teks.”
Lantas, anak-anak sekarang juga berani memasuki dunia pergaulan di dunia maya. Padahal, mereka belum sepenuhnya bisa memilah. “Ada bahaya yang mungkin timbul dari pertemanan dengan orang asing di social media,” kata Sinthya.
Selain itu, anak juga terlampau sering terpapar dengan tontonan tidak sehat, seperti sinetron. Tayangan tersebut membuat mereka mudah berkata kasar. “Mereka menganggap berkata kasar merupakan bagian yang biasa dalam pergaulan,” ucap Sinthya.
Di lain sisi, ada komunikasi yang terputus antara orang tua dan anak. Sering kali, ekspektasi anak terhadap orang tuanya gagal tersampaikan secara utuh. “Anak belum selesai mengutarakan harapannya, ayah ibunya sudah keburu memotong,” kata Sinthya.
Ketika nilai ulangan jelek, misalnya, orang tua tidak mendengar sampai tuntas penyebab versi anak. Padahal, anak membutuhkan dukungan ayah bundanya. “Cobalah untuk menurunkan diri sedikit agar bisa merasakan masalah yang dialami anak,” saran Sinthya.

Senin, 25 April 2011

MASA-MASA INDAH DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

Posted by Oktaviani TH at 17.40 0 comments
* D'JAAVON
D'JAAVON,,mungkin banyak orang bertanya2 apakah itu???
aku sendiri jga bingung knapa bsa muncul nama itu,,nama itu adl sebutan buat ikatan persahabatanku wktu SMP,,
D'JAAVON kepanjangan dari Dea, Juni, Alphi, Adha, Viul, Okta n Nanda.
kami mulai bersahabat dari kelas VIII,,lalu kelas IX Alphi menciptakan nama itu,,
ini foto2 kenangan kami :)








 



* MENJELANG UNAS
Disaat2 menjelang UNAS entah kenapa kelasku jdi kompak bgt,,,kami serasa akan berpisah selamanya dan tak pernah bertemu lagi.
hari2 kami jalani dg mengumpulkan kenangan2 sebanyak2nya,,salah satunya dg berfoto2 ria..
ini dia beberapa foto kami :)







ALAMAT BLOG SEGTION

Posted by Oktaviani TH at 16.26 0 comments
ALAMAT BLOG SEGTION

    Afifah01.wordpress.com
  Alvinaaldend.blogspot.com 
Necha-sherryaikawa.blogspot.com
  Mynameisanitabr.blogspot.com
      Annisagetready.blogspot.com
      Rindasegtion.blogspot.com
 Dhindha07.blogspot.com
     Dawnfaith.blogspot.com
       Inikapo.blogspot.com
   Irramandamandasari.blogspot.com
    Kharismapoppy.blogspot.com
 Celliquersabubu.blogspot.com
  Nurulhd.blogspot.com 
  Oktaklovers.blogspot.com
    Sandyber.co.cc
     Fitrirafika17.wordpress.com
     Ulfahramadhan.blogspot.com
    Santai-bro.blogspot.com
 Plenthas-plenthus.blogspot.com
 Skykyutersenyum.blogspot.com 
bayulaksita.blogspot.com 
Wachidnurazizmusthafa.blogspot.com
 Kodokbabi.blogspot.com

Minggu, 17 April 2011

BAKER KING KIM TAK GOO

Posted by Oktaviani TH at 07.00 0 comments
Title: 제빵왕 김탁구 / Jeppangwang Kim Tak Goo / Baker King, Kim Tak Goo
Chinese Title : 烘焙王金桌球
Also known as: King of Baking, Kim Tak Goo / Bread, Love and Dreams
Genre: Family, romance
Episodes: 30
Broadcast network: KBS2
Broadcast period: 2010-June-09 to 2010-Sep-16
Air time: Wednesday & Thursday 21:55
Viewership ratings: Peak=50.8%, Avg=38.6% (TNS Media Korea)
Synopsis
Kim Tak Goo is the eldest son of Goo In Jong, the president of Samhwa Enterprise, a legend in the baking industry. Although he is an extremely talented baker and seemed destined to succeed his father as president, Goo In Jong’s family plotted to rob him of his inheritance because he was born to In Jong’s mistress. Tak Goo’s determination to become number one in the baking industry drives him to rebuild his career from scratch despite the many trials he faces.
Cast
Yoon Shi Yoon as Kim Tak Goo
- Oh Jae Moo (오재무) as Tak Goo (child)
Eugene as Shin Yoo Kyung
- Jo Jung Eun as Yoo Kyung (child)
Goo family
Jun Kwang Ryul as Goo In Jong
Jun In Hwa as Seo In Sook
Joo Won (주원) as Goo Ma Joon
- Shin Dong Woo as Ma Joon (child)
Choi Ja Hye as Goo Ja Kyung
- Ha Seung Ri as Goo Ja Kyung (teen)
Choi Yoon Young as Goo Ja Rim
- Kim So Hyun as Goo Ja Rim (child)
Yang family
Jang Hang Sun as Oh Doo Yong / Master Pal Bong
Park Sang Myun as Yang In Mok
Hwang Mi Sun as Oh Young Ja
Lee Young Ah as Yang Mi Sun
Other people
Jung Sung Mo as Han Seung Jae
Jun Mi Sun as Kim Mi Sun (Tak Goo’s mother)
Lee Han Wie as Heo Gap Soo
Park Sung Woong as Jo Jin Goo
Park Yong Jin (박용진) as Go Jae Bok
Kim Jung Hak as Doctor Yoon
Jun Sung Ae (전성애) as woman from Gongju
Jung Hye Sun as Madam Hong
Choi Il Hwa as Park Choon Bae
Kim Sun Hwa as Tak Goo’s landlady
Kwon Yong Woon as Shin Bae (Yoo Kyung’s father)
Kim Hyun Ah (김현아) as (Yoo Kyung’s mother)
Jun Sung Hwan as fortune teller
Jun Hae Ryong
Byun Shin Ho (변신호)
Choi Eun Suk (최은석)
Jun Hae Ryong
Min Joon Hyun
Awards
- 2010 KBS Drama Awards: Top Excellence Award – Actress (Jun In Hwa)
- 2010 KBS Drama Awards: Excellence Award, Mini Series – Actor (Yoon Shi Yoon)
- 2010 KBS Drama Awards: Excellence Award, Mini Series – Actress (Eugene)
- 2010 KBS Drama Awards: Writer Award (Kang Eun Kyung)
- 2010 KBS Drama Awards: Youth Actor Award (Oh Jae Moo)
- 2010 KBS Drama Awards: Best Couple Award (Yoon Shi Yoon and Lee Young Ah)

Related Photo

Sabtu, 16 April 2011

Pola Asuh Barat vs Timur

Posted by Oktaviani TH at 20.37 0 comments
Anda pernah membaca buku Battle Hymn of the Tiger Mother? Karya Amy Chua ini merupakan best seller tengah yang menjadi perbincangan warga dunia. Dalam memoarnya, ibu dari Sophia (18 tahun) dan Louisa (14 tahun) itu menceritakan kesuksesan serta kesalahan yang dibuatnya dalam mengasuh anak dengan gaya tradisional Cina.
Orang tua Cina memang terkenal otoriter. Kedisiplinan dan kerja keras demi menggapai sukses mereka pertahankan di manapun berada. “Ini menjadi nilai yang diakui bersama oleh warga Cina,” jelas sosiolog Erna Karim.
Di satu sisi, Amy mendapat acungan jempol atas hasil pengasuhannya. Di usia 14 tahun, jemari si sulung, Sophia, lincah menari-nari di atas tuts piano di Carnegie Hall. Sedangkan, adiknya, Louisa memainkan biola tanpa sedikitpun nada sumbang. Seolah memenuhi tuntutan sang bunda, keduanya juga tampil sebagai jagoan akademik.
Kenyataan itu membuat banyak orang—terutama di Amerika—terusik. Standar kesuksesan anak Amy seolah menjadikan mereka sebagai orang tua yang gagal. Di samping itu, mereka menganggap profesor hukum dari Yale University kejam terhadap anak. Sebab, ibu yang menikah dengan pria Yahudi itu mengekang kedua putrinya dari kehidupan sosial. Mereka tak memiliki pengalaman menginap di rumah teman, pergi pesta, atau ikut pementasan drama.
Amy menuntut Sophia dan Louisa meraih nilai sempurna di semua mata pelajaran, kecuali olah raga dan drama. Masing-masing juga harus rutin berlatih alat musik yang dipilihkan sang bunda. Sebegitu kerasnya terhadap anak, Amy bahkan tidak mengizinkan Louisa istirahat sejenak untuk sekadar ke kamar kecil sampai gesekan biolanya merdu memainkan lagu Little White Donkey.
 Erna mengatakan orang Cina memiliki alasan kuat ketika memberlakukan gaya pengasuhan otoriter pada anaknya. Kedisiplinan dan kegigihan adalah sikap yang mereka perlukan untuk dapat bertahan hidup. “Anak-anak Cina juga terbiasa tidak tergantung pada orang lain dan selalu berusaha meningkatkan kompetensi diri.”
Anak-anak Cina juga sejak kecil telah diperkenalkan pada falsafah hidup. Mereka akan berusaha untuk tidak mempermalukan keluarga. “Dengan didikan seperti itu, generasi muda Cina memang banyak yang sukses namun emosinya datar,” komentar psikolog A Kasandra Putranto.
Sementara itu, gaya pengasuhan ala Amerika juga ada plus-minusnya. Orang Amerika lebih permisif dan sangat memperhatikan faktor psikologis anak. “Pola asuh seperti itu memang membuat anak dapat menjalani hidup sesuai pilihannya namun mengkondisikan mereka menjadi anak yang besar kepala dan seenaknya,” cetus Kasandra yang menjabat sebagai wakil ketua Himpunan Psikologi Indonesia wilayah DKI Jakarta.
Bagaimana dengan Indonesia? Kasandra menyimpulkan orang tua Indonesia berada di antara dua kutub gaya pengasuhan Cina dan Amerika. “Lantaran tiap pola asuh memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri, kita tidak bisa mengatakan mana yang terbaik.”
Sementara itu, Erna memperhatikan masyarakat Indonesia sangat plural. Ragam etnik dan agama mempengaruhi nilai-nilai yang dipergunakan orang tua dalam mendidik anaknya. “Lantas, pola pengasuhan di desa juga berbeda dengan di perkotaan.”
Masyarakat desa, lanjut Erna, lebih permisif. Orang tua cenderung membiarkan anaknya berkembang tanpa pendampingan yang sesuai dengan tuntutan zaman. “Perhatian mereka terkuras untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi.”
Lalu, di perkotaan, orang tua tampak lebih akomodatif. Kebanyakan dari mereka mencoba menyediakan sarana yang memenuhi nilai-nilai moderenisasi. “Fokus mereka pada prestasi akademik dan persaingan masa depan,” papar Erna.
Itu sebabnya, orang tua perkotaan sibuk memasukkan anaknya ke berbagai kursus. Terutama, komputer dan bahasa Inggris. “Lalu, kebutuhan otak kanan yang mencakup bidang kesenian juga diakomodasi,” jelas Erna.

Bahan renungan
Untuk mengantarkan anaknya pada keberhasilan, Amy menentukan kegiatan anaknya. Ia berpendapat hingga berusia pra remaja, anak belum dapat secara objektif menilai. Otomatis, mereka harus mengikuti pilihan orang tua.
Terlepas dari kesuksesannya dalam membesarkan anak, Amy mengaku membuat sejumlah kesalahan sepanjang perjalanan. Ia gampang naik darah, kasar dalam perkataan, dan kurang memberikan keleluasaan memilih pada putrinya. Ia juga tak segan memberi hukuman.
Amy memang mengkritik pola asuh Barat yang cenderung lunak pada anak. Ketika anak kehilangan semangat belajar biola, orang tua Barat dengan cepat menawarkan alternatif alat musik lain yang lebih mudah dikuasai. Sebaliknya, Amy justru memberi dukungan agar putrinya makin giat berlatih supaya mahir.
Tidak semua anak Cina sukses diasuh dengan gaya otoriter. Beberapa anak klien keturunan Cina di biro Psychological Practice pimpinan Kasandra tertekan dengan pola asuh seperti itu. “Mereka memilih kabur dari rumah karena tidak tahan dengan kerasnya didikan orangtua.”
Akankah pencapaian Amy dijadikan barometer oleh sejumlah orang tua? Sosiolog Erna Karim mengatakan pengekor Amy adalah mereka yang tidak mampu mengonstruksi sendiri cara mendisiplinkan anak. “Orang yang terus mengikuti perkembangan zaman namun tak tahu cara pengasuhan lebih terpengaruh dengan buku-buku seperti Tiger Mom ini,” ungkap Erna.

Tantangan Masa Kini
Anak-anak Indonesia masa kini tumbuh dalam fasilitas yang nyaris serba ada. Dengan dukungan ekonomi keluarga yang lebih mapan, mereka mudah mengeksplorasi segala hal. “Dibandingkan dengan lima tahun lalu pun kondisinya sudah berbeda sekali,” ungkap guru Bimbingan Konseling SMP Labschool Kebayoran, Sinthya Bintarti.
Sementara itu, diperkenalkan oleh tayangan TV dan orang dewasa di lingkungan sekitarnya, anak-anak juga mengenal percintaan di usia yang sangat dini. Anak TK bahkan sudah dapat menyatakan kesukaannya pada lawan jenis. “Tentunya dengan presepsi sesuai usianya,” ujar Sinthya.
Dukungan fasilitas serta kondisi lingkungan seperti itu mendatangkan masalah tersendiri bagi anak. Kedekatan mereka dengan gadget dan akses internet membuat mereka teramat tergantung dengan teknologi. “Belum saatnya mereka terlalu mengandalkan gadget,” cetus Sinthya.
Pada usia sekolah, lanjut Sinthya, semestinya anak mencari informasi dari buku bacaan. Mereka harusnya membaca langsung dari sumber primer. Sedangkan, Wikipedia sebetulnya berisi keterangan dari sumber sekunder. ”Kebiasaan mengakses Wiki menurunkan minat baca mereka terhadap buku teks.”
Lantas, anak-anak sekarang juga berani memasuki dunia pergaulan di dunia maya. Padahal, mereka belum sepenuhnya bisa memilah. “Ada bahaya yang mungkin timbul dari pertemanan dengan orang asing di social media,” kata Sinthya.
Selain itu, anak juga terlampau sering terpapar dengan tontonan tidak sehat, seperti sinetron. Tayangan tersebut membuat mereka mudah berkata kasar. “Mereka menganggap berkata kasar merupakan bagian yang biasa dalam pergaulan,” ucap Sinthya.
Di lain sisi, ada komunikasi yang terputus antara orang tua dan anak. Sering kali, ekspektasi anak terhadap orang tuanya gagal tersampaikan secara utuh. “Anak belum selesai mengutarakan harapannya, ayah ibunya sudah keburu memotong,” kata Sinthya.
Ketika nilai ulangan jelek, misalnya, orang tua tidak mendengar sampai tuntas penyebab versi anak. Padahal, anak membutuhkan dukungan ayah bundanya. “Cobalah untuk menurunkan diri sedikit agar bisa merasakan masalah yang dialami anak,” saran Sinthya.
 

PurplePink Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by Celebrity Gossip